- Semarak May Day dengan Layanan Langsung dan Senam Sehat Bersama Pekerja
- Industri Jasa Keuangan Jambi Tumbuh Positif Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah
- Gubernur Al Haris Boyong Bupati/Wali Kota Audiensi dengan Menhub, Bahas Pengembangan Transportasi
- OJK Dorong Penggunaan Kecerdasan Artifisial di Sektor Perbankan secara Bertanggung Jawab
- Bibit Sawit Unggul Topaz 1 Berbuah Orange, Terbukti Sejahterakan dan digemari Petani
- Hadiri Rakortek Perumahan Pedesaan, Gubernur Al Haris Tegaskan Komitmen Dukung Program Tiga Juta Rumah
- Berkolaborasi Melindungi Ribuan Pekerja Rentan Melalui Program Kampung Bahagia
- Tingkatkan Kolaborasi dan Sinergi, SKK Migas – KKKS Sumbagsel Gelar Event Lifting Olympic
- Hadiri RDP Bersama Komisi II DPR RI, Gubernur Al Haris Soroti Minimnya Kewenangan Daerah dalam Sektor Minerba
- Gubernur Jambi Al Haris Hadiri RDP Bersama Komisi II DPR
Anies Baswedan Pagari Laut: Komitmen Tata Niaga Sistem Logistik Ikan Nasional

Keterangan Gambar : Rusdianto Samawa, Fourbest, Lembaga Kajian, Riset dan Kebijakan Publik
Mediajambi.com - Fatmawati, Kantor Fourbest - Industri
maritim, Kelautan dan Perikanan sedang dalam masalah besar saat ini. Arah
pembangunan ekonomi dan Industrialisasi sudah dicanangkan pada Visi Poros
Maritim Jilid Pertama, Periode Joko Widodo tahun 2014 - 2019. Namun, visi
selama 9 tahun berjalan mandeg alias buntu.
Dimana-masa 9 tahun ini, industrialisasi Kelautan dan
Perikanan terseok-seok. Ibarat kata "Berlari Ditengah Lumpur".
Walaupun komitmen maritim telah di angkat ke panggung dunia politik. Ternyata
itu bualan belaka. Tak jauh beda dulu dan sekarang. Cuma gaung poros maritim
untuk menarik investasi global dalam pembiayaan infrastruktur.
Bayangkan kalau berlari ditengah lumpur, betapa capek, berat
dan mandeg. Tentu jelas visi poros maritim gagal total dan wacana empuk saja
dalam menarik utang pemerintah yang sangat tinggi.
Gagalnya poros maritim itu, karena platform akselerasi
kebijakan antara pusat dan daerah tidak linier. Kebijakan maritim berkisar pada
investasi. Tak ada kolaborasi masyarakat pesisir dengan pemerintah sehingga
sangat paradoks diantara banyak cita-cita yang ingin dicapai. Bahkan pulau -
pulau kecil terjual kepada asing. Mudah sekali tergadai. Padahal poros maritim
untuk bangkitkan kedaulatan wilayah Indonesia yang luasnya sangat - sangat luas
wilayah lautnya dibandingkan daratan.
Padahal, keyakinan besar pemerintah pada periode pertama
adalah pembangunan industri maritim, kelautan dan perikanan sebagai jalan
keluar dalam mengatasi kendala pengembangan ekonomi dan industri perikanan di
dalam negeri.
Bahkan, pemerintah pusat dan daerah di dorong lebih cepat
laksanakan Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan
maritim, Industri Kelautan dan Perikanan. Namun tetap gagal. Karena, selama ini
pengembangannya banyak kendala dan buntu pada level kebijakan. Kendala itu
meliputi pasokan bahan baku, infrastruktur, suplay change, sarana dan
prasarana, serta kebijakan dan peraturan.
Misalnya saja pada tingkat utilisasi industri pengolahan
ikan masih di bawah 40 persen. Padahal penting untuk dilakukan harmonisasi agar
segera bangkit dan berdampak baik pada kesejahteraan masyarakat pesisir.
Visi Misi Anies:
Ekonomi, Kesejahteraan dan Bayar Utang Negara
Berdasarkan kajian diatas, diperlukan optimalisasi Sistem
Logistik Ikan Nasional (SLIN) sehingga pasokan bahan baku dan harganya bisa
stabil. Wilayah Maluku, Bitung, Bali, Jakarta, Surabaya dan Kalimantan yang
memiliki SLIN. Sementara daerah lain, belum ada. Tentu konsep dan gagasan visi
misi Anies Baswedan umagar ada keseimbangan bagi daerah sehingga keadilan dan
kesejahteraan masyarakat bisa dihadirkan. Kebutuhan SLIN bagi daerah lain,
perlu diterapkan seperti Nusa Tenggara (NTB - NTT) dan kepulauan Sumatera.
Mestinya, SLIN mengikuti lima selat yang dimiliki Indonesia
yakni Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Karimata, Selat Lombok dan Selat Madura.
Kelima Selat ini merupakan arus kapal-kapal logistik nasional.
Kalau kelima selat itu bisa "Dipagar" atau
"Payment Cash", maka ini sebenarnya pelaksanaan kebijakan maritim
Indonesia. Apabila komitmen visi misi Anies Baswedan bisa terlaksana, Indonesia
akan berdaulat, adil dan makmur. Bayangkan saja, kalau kelima selat itu
dipagar. Maka seluruh kapal - kapal Cargo akan payment cash ke negara. Tentu
cara memagarinya dengan membuat peraturan SLIN secara ketat.
Visi misi pasangan AMIIN ini, membuat pegiat maritim,
kelautan dan perikanan sangat optimistis. Karena dari SLIN itu bisa muncul
kebangkitan baru dunia maritim, industri perikanan, ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Sala satu problem besar ekonomi masyarakat pesisir tidak
tumbuh adalah panjangnya mekanisme distribusi hasil kegiatannya. Karena SLIN
yang membuat ketimpangan itu nyata, tidak merata pada kelima selat, seperti
wilayah Nusa Tenggara (NTB - NTT - Bali - Sumatera). Para nelayan, pengusaha,
juragan dan industri harus melewati Bali atau Surabaya untuk bisa ekspor
(distribusi) dan/atau penjualan ke pasar luar negeri.
Persoalan sekarang, masyarakat tak dapat menjual langsung ke
pasar - pasar lokal, regional maupun ekspor luar negeri. Akibat ketimpangan
pemberlakuan SLIN yang tidak merata. Padahal potensi 10 - 15 tahun kedepan,
tantangannya sangat berat. Bukan saja ada ekspor hasil laut tetapi juga soal
ketertiban, kesejahteraan dan keamanan maritim Indonesia.
Lagi pula, memagari Laut tentu berdampak besar pada:
pertama, royalti cash kapal Cargo logistik yang masuk pada kas negara, misalnya
diberlakukan 2 dollar per ton atau 500 rupiah perKg. Silahkan dihitung uangnya,
kira - kira berapa hasilnya. Kalau kapal Cargo itu bermuatan 5juta ton.
Hasilnya payment cash pajak tentu sangat mengagetkan, bukan?. Apalagi kapal
Cargo melwati kelima selat Indonesia itu setiap hari berjumlah ribuan.
Kedua, pemberlakuan SLIN dapat menjamin keadilan masyarakat
pesisir karena bisa direct langsung penjualan hasil kegiatan penangkapan ikan.
Tentu, pengusaha akan gembira dengan sistem ini. Hal ini berdampak besar pada
penunjang kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Ketiga, memagari Laut tentu bisa membayar hutang negara.
Konon, utang negara capai 8000 triliun. Belum lagi utang swasta. Kalau kelima
selat itu difungsikan sebagai kebangkitan negara berdaulat, maka Indonesia akan
panen hasil. Dari hasil memagari Laut itu, mungkin saja sebulan atau dua bulan
bisa bayar hutang. Mengapa? Hal ini semacam memaksa kapal - kapal Cargo asing
untuk membayar. Selama ini gratis melewati kelima selat Indonesia. Kalau kapal
Cargo asing tak mau bayar, mereka harus berlayar memutari dunia atau dua benua
sekaligus.
Keempat, sekarang ini trend hasil tangkapan nelayan berupa
udang, ikan, lobster dan kepiting yang kategori ekspor sangat bagus. Selain
itu, ada industri perikanan yang sudah advance di pasar ekspor pada bidang
processed food (produk olahan). Tetapi sekarang industri itu malah mengalami
penurunan produksi. Maka untuk optimalnya, harus diatur agar memenuhi rasa
keadilan dan kemakmuran.
Kelima, tentu pemerintah daerah (Provinsi, Kab/Kota dan
Desa) akan mendapat hasil dari sistem SLIN ini, karena semua pendapatan pajak
dan retribusi sektor maritim, kelautan dan perikanan akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Anies Baswedan
Mendorong Pertumbuhan dan Pemerataan
Saat ini penting untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan
yang berorientasi pada hasil Kelautan dan Perikanan. Untuk permudah hal itu,
Anies Baswedan komitmen pada agenda penataan sistem yang bisa mengisi dan
melengkapi seluruh regulasi sebelumnya yang dianggap lemah, seperti pola investasi
Kelautan - Perikanan, koperasi masyarakat dan stakeholders.
Syarat utama industrialisasi Kelautan dan Perikanan tidak
berkembang karena diserahkan semua potensi usaha kepada oligarki. Jadi,
kebijakan pemerintah satu paket dengan pengusaha (bergandeng). Mestinya,
kebijakan itu satu paket dengan stakeholder seperti organisasi nelayan dan
koperasi.
Paket kebijakan kedepan, harus berjalan bersama antara
pemerintah, koperasi dan masyarakat pesisir agar pembangunan dan pemerataan
dapat dirasakan semuanya. Selama ini, kebijakan gandeng oligarki sehingga
hasilnya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat. Itulah penyebab nirjustice
yang terjadi. Kesejahteraan mandeg.
Optimistis pada visi misi pasangan AMIN (Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar) yang maju pada pilpres 2024 ini dapat kita rasakan manfaatnya, bahwa pertumbuhan dan pemerataan mampu tumbuh secara signifikan. Karena Indonesia memiliki potensi besar di sektor maritim, kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.[Rusdianto Samawa, Fourbest, Lembaga Kajian, Riset dan Kebijakan Publik]