- OJK dan BPS Umumkan Hasil Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025
- Perkuat Sinergi, Ketua SMSI Provinsi Jambi Sambut Kunjungan Silaturahmi Kakanwil HAM
- Peringati May Day 2025, Pemkab Tanjab Barat Komitmen Tingkatkan Perlindungan Pekerja
- Semarak May Day dengan Layanan Langsung dan Senam Sehat Bersama Pekerja
- Industri Jasa Keuangan Jambi Tumbuh Positif Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah
- Gubernur Al Haris Boyong Bupati/Wali Kota Audiensi dengan Menhub, Bahas Pengembangan Transportasi
- OJK Dorong Penggunaan Kecerdasan Artifisial di Sektor Perbankan secara Bertanggung Jawab
- Bibit Sawit Unggul Topaz 1 Berbuah Orange, Terbukti Sejahterakan dan digemari Petani
- Hadiri Rakortek Perumahan Pedesaan, Gubernur Al Haris Tegaskan Komitmen Dukung Program Tiga Juta Rumah
- Berkolaborasi Melindungi Ribuan Pekerja Rentan Melalui Program Kampung Bahagia
Kronologis Penangkapan Nelayan Lobster Oleh Lantamal VII Kupang Nusa Tenggara Timur

Keterangan Gambar : Kronologis Penangkapan Nelayan Lobster Oleh Lantamal VII Kupang Nusa Tenggara Timur/f-ilustasi
Penyusun : Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI), Paguyuban Nelayan Sejahtera Sumbawa (PNS), Gabungan
Advokat Nelayan Indonesia (GANI)
Latar Belakang
Mediajambi.com - Nelayan Penyelam menggunakan Kompresor dan
Snorkeling seringkali mendapat perlakuan ketidakadilan. Sasaran empuk bagi
aparatur negara yang mencari sejumlah keuntungan.
Patroli laut oleh aparat diberlakukan oleh negara
(pemerintah) yang diatur dalam UU dan peraturan tanpa tunjangan gaji, insentif
dan pendidikan hukum yang kolaboratif. Aparat beroperasi sesuai hukum sendiri.
Walaupun peraturan ada dengan penjelasannya. Tetap saja nelayan sasaran empuk
bagi aparat melalui metode pemerasan, menakut-nakuti, dan ancaman. Bahkan,
aparat kerap bertindak menangkap nelayan sesuai pesanan tengkulak yang bersaing
mendapat hasil nelayan.
Tengkulak, Bohir - Bohir maupun pengusaha ini, menyerang
nelayan dengan cara membayar aparat untuk menangkap nelayan. Hal inilah yang
terjadi dalam dinamika menjadi nelayan lobster diberbagai pelosok negeri ini.
Peristiwa semacam ini, telah terjadi diberbagai tempat di
seluruh Indonesia. Modus operandinya macam - macam model, mulai dari pemerasan,
menakut-nakuti, membuntuti, menembak, bahkan alasan patroli. Hal itu terjadi
dalam beberapa tahun ini, terhitung kasusnya sudah mendekat 27.000 kasus di
seluruh Indonesia.
Wilayah yang kerap sasaran empuk penangkapan nelayan,
seperti Bali, NTT, NTB, Kalbar, Kaltim, Sulsel, Kaltara, Jawa Timur, Aceh, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, Merauke, Bangka Belitung,
Bengkulu, Sulut, hingga Gorontalo.
Padahal Menteri Kelautan dan Perikanan KKP menyadari
paradigma penegakan hukum perikanan terhadap stakeholder. Terutama nelayan
penyelam: yang menggunakan kompresor dan snorkeling.
Menteri KKP menyatakan; harus ada perubahan paradigma
penegakan hukum dalam pelanggaran yang terjadi di sektor kelautan dan perikanan
agar bentuk hukuman pemidanaan menjadi upaya terakhir. Harus kedepankan dialog,
dan memanusiakan nelayan.
Adapun hal itu, terkait pengawasan dan sanksi, terjadinya
perubahan paradigma yang luar biasa dalam penegakan hukum di bidang kelautan
dan perikanan,” kata Menteri Trenggono di Jakarta, Rabu pada pada media
Nusadaily.com 2021.
Berbagai bentuk pengawasan dan sanksi yang selama ini
berorientasi kepada pemidanaan disempurnakan dengan mengedepankan bentuk sanksi
administratif. Pendekatan pembinaan terhadap pelaku pelanggaran terutama yang
tidak memiliki niat jahat adalah upaya pembinaan agar pemidanaan kembali kepada
khittahnya, sebagai ultimatum remedium dan upaya terakhir dari penegakan hukum.
Menarik dari pernyataan Menteri KKP tersebut. Pasalnya,
studi kasus nelayan penyelam Lobster Labuhan Mapin Sumbawa, NTB yang ditangkap
oleh Lantamal VII TNI Angkatan Laut, Kupang NTT diperairan Utara Pulau Sumbawa
atau Selatan NTT. Penangkapan terjadi, terlebih dahulu menakut-nakuti nelayan
dan sambil merayu untuk geret kapal ke Pelabuhan Lantamal VII Kupang.
Kronologis Peristiwa
Penangkapan Nelayan:
Nelayan berangkat dari tanggal 30 Agustus 2023 menuju lokasi
Selatan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapal dinyatakan layak melaut. Dokumen kapal
lengkap yang diberikan pihak Syahbandar dan pemerintah. Sebelumnya, nelayan
menyiapkan perbekalan sekitar ratusan juga dalam bentuk bahan pokok (persediaan).
Berangkat sejumlah 6 kapal dengan Anak Buah Kapal (ABK)
sekitar 61 orang. Captain sekaligus juragan ada 6 orang. Semua terhitung 67
orang.
Kemudian, pada tanggal 07 September 2023 pada pukul 09.22
pagi, nelayan ke 67 orang ditangkap Lantamal VII Kupang, NTT di lokasi daerah
dekat Pulau Nekliu. Sala satu alasan, Lantamal VII melihat Pergerakan kapal
dari menara sinyal. Kemudian, dilakukan penyergapan dan penangkapan.
Pemeriksaan dilakukan, konon Lantamal VII tidak menemukan
barang bukti berupa hasil tangkapan. Karena memang nelayan belum melakukan
penangkapan Lobster. Lantamal VII hanya melihat kompresor diatas kapal
tersebut.
Perdebatan antara nelayan dengan aparat Lantamal VII ini,
terjadi alot. Terkesan Lantamal memberi ancaman dan menakut - nakuti nelayan.
Ya, mau tak mau, nelayan tak ambil pusing dan pasrah. Dalam pemeriksaan saat
penangkapan di Laut Pulau Nekliu. Lantamal VII AL memvonis dokumen tidak
lengkap. Akhirnya, kapal dan nelayan ke 67 orang tersebut, dibawa ke Pelabuhan
Lantamal VII Kupang, NTT.
Namun, setelah tiba di Pelabuhan Lantamal VII, dokumen pun
diperiksa ulang satu per satu. Ternyata, dokumen nelayan seperti SIPPI, SIKPI,
SLO, hingga dokumen pembayaran pajak dinyatakan lengkap. Namun, aparat tidak
mau melepas. Tetap permainkan nelayan lewat Kompresor yang dijadikan barang
bukti.
Aparat Lantamal VII membiarkan nelayan terpenjara dikapal
sejak 07 September, Oktober hingga November ini. Selama kurun waktu 3 bulan
berjalan. Lantamal VII tidak perhatikan kondisi dan situasi, tak ada prinsip
perikemanusiaan yang adil dan beradab. Sejumlah 67 orang tersebut, dibiarkan di
Pelabuhan Lantamal VII tanpa proses hukum yang jelas.
Sementara kebutuhan pangan: sembako sekitar 21 Juta Perkapal
biaya berangkat selama 4 bulan penuh habis ludes dalam sekejap karena harus
makan, mandi, serta kebutuhan hidup lainnya. Padahal dana 21 juta perkapal
tersebut, merupakan pinjaman dari tengkulak yang bekerjasama dengan nelayan.
Ditambah, mereka berdesak-desakan tidur diatas kapal, selama 3 bulan.
Lantamal VII Kupang, NTT sangat tidak prikemanusiaan. Aparat
Lantamal VII ini tak pertimbangkan kehidupan nelayan. Psikologis nelayan selama
3 bulan mengalami sakit diare, pusing dan tekanan kejiwaan sangat berat.
Lantamal VII telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Lantamal VII membiarkan nasib keluarga: anak istri dan dapur
rumah tangga nelayan tidak mengepul. Lantamal VII telah bertindak diluar norma
- normal keajegan dan norma nilai yang menjamin kesejahteraan nelayan.
Lantamal VII telah secara sengaja menghilangkan hak
pendidikan anak - anak nelayan dan memangkas waktu nelayan harus mendapat
pendapatan demi ekonomi keluarga nelayan.
Lantamal VII pun tidak pernah perhatikan kesempatan waktu
nelayan untuk beribadah, beristirahat, makan, minum, mandi diatas kapal
dipelabuhan itu. Padahal kondisi sembako, dan bahan pangan lain sudah habis.
Mereka pun, tak diberikan waktu untuk keluar berbelanja bahan pokok.
Walaupun pada awal November 2023 ini, mendapat respon dari
Dinas Kelautan dan Perikanan dengan memberikan bantuan berupa beras 250 kg,
indomie 2 dus, biscuit 2 dus minyak dan lainnya.
Proses Hukum:
Harus menjadi perhatian semua pihak, terutama pihak swasta
yang mempekerjakan nelayan dan juga pemerintah. Konon, Lantamal VII dalam
dugaan mendapat pesanan dari Bohir (tengkulak) yang bersaing dalam usaha untuk
menangkap nelayan. Padahal, nelayan, ABK dan juragan hanya sekedar mencari
makan, nelayan kurang memahami apa yang boleh dan tidak boleh menurut aturan
hukum yang berlaku.
Namun, aparat bekerja menangkap nelayan di duga lakukan
operasi karena pesanan Bohir (tengkulak). Hal ini sangat disayangkan. Mestinya,
aparat memberi pemahaman hukum tentang kelautan dan perikanan maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perjalanan waktu 3 bulan, nelayan hanya dijanjikan
dibebaskan. Berulang kali Lantamal VII berjanji bebaskan nelayan. Namun
pembohongan yang terjadi.
Dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertulis "Untuk
Keadilan" tapi perlakuan terhadap nelayan sungguh ketidakadilan. Penuh
tipu muslihat yang dilakukan.
Lantamal VII melakukan BAP ala kadarnya. Secara hukum tidak
terpenuhi. Dokumen BAP pertama, dikembalikan oleh kejaksaan tinggi Kupang, NTT.
Begitu juga hasil perbaikan BAP kedua dan ketiga di tolak dan dikembalikan
Kejaksaan.
Pada Minggu awal November ditetapkan sebagai tersangka.
Lalu, tanggal 18 November 2023 barang
bukti berupa kompressor diangkut dari pelabuhan ke kantor Kajati NTT. Sekaligus
pemeriksaan awal para tersangka. Pemeriksaan dari Pukul 14.00 hingga malam
hari.
Nelayan yang menjadi tersangka tidak ditahan dan
dikembalikan ke Pelabuhan Lantamal VII Kupang, NTT untuk istirahat.
Dari sekian Jam, Hari, Minggu dan Bulan dari proses
settingan Drama Drakor Hukum Lantamal VII ini, membuat semua pihak bertanya.
Kalau tak memiliki dua alat bukti yang cukup. Maka mestinya para nelayan yang
tersangka semuanya itu, bisa dipulangkan atau dibebaskan untuk membawa kapalnya
keluar Pelabuhan Lantamal VII.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang dan proses
hukum sebagai berikut;
1. Lantamal VII harus pertimbangkan tindakan
moral atas penangkapan tersebut, karena dugaannya alat pemerasan dan pesanan
tengkulak jahat.
2. Lantamal VII harus memiliki prinsip korsa,
moralitas, etika dan kemanusiaan. Karena terkesan nyata menakut - nakuti
nelayan.
3. Lantamal VII harus pertimbangkan aspek
kemanusiaan yang harus memakai pendekatan keadilan dan keadaban terhadap warga
negara seperti nelayan kecil yang sedang berusaha menghidupkan ekonomi keluarga
dan pendidikan para anak-anaknya.
4. Lantamal VII di duga melakukan penyekapan dan
pembatasan terhadap nelayan untuk mendapatkan hak - hak pembelaan diri seperti
melarang nelayan mencari pendamping hukum (pengacara).
Sementara saran yang dapat disampaikan kepada Lantamal VII
TNIAL, Mabes TNI, dan KSAL sebagai berikut:
1. Bebaskan nelayan dari daftar tersangka dan
pertanggung jawabkan tindakan itu untuk dikembalikan kepada keluarga nelayan ke
Labuhan Mapin Sumbawa.
2. Harap dijelaskan kepada publik bahwa
penangkapan tersebut, murni dilakukan atas operasi penegakan hukum laut. Karena
peraturan perundang - undangan semua Lantamal bertugas dan berfungsi di wilayah
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Bukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang
telah ditentukan berdasarkan UU Perikanan.
3. Kembalikan semua alat perlengkapan kapal
nelayan seperti kompresor yang telah di sita sebagai barang bukti.
Tuntutan
Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia bersama Paguyuban Nelayan
Sejahtera dan Gabungan Pengacara Nelayan Indonesia akan melakukan upaya tuntut
balik pihak Lantamal VII sebagai berikut:
1. Melaporkan kepada pihak berwajib yang di duga
telah melakukan pemerasan terhadap nelayan.
2. Melaporkan kepada Komnas HAM sebagai bentuk
pelanggaran HAM terhadap nelayan yang di duga Lantamal VII melakukan pembiaran
nelayan terkatung - katung menunggu kepastian hukum selama 3 bulan (September -
November) yang berdampak pada kerugian: materil, hal pendidikan, hak keluarga
dan hak - hal asasi nelayan itu sendiri.
3. Melaporkan
Lantamal VII kepada Pengadilan Militer yang telah melakukan penangkapan diluar
Wilayah yang telah ditentukan dan tak bisa membedakan wilayah tugas fungsinya
di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
untuk nelayan tradisional sesuai peraturan Perundang - undangan.
4. Melaporkan kepada LPSK atau lembaga
perlindungan saksi. Karena Lantamal VII di duga melakukan tekanan terhadap
nelayan saat pemeriksaan BAP dan menghalangi nelayan untuk di dampingi
pengacara.
5. Melaporkan kepada Komisi IV dan Komisi I
DPR-RI untuk meminta penguatan penegakan keadilan dan melawan berbagai bentuk
kezaliman terhadap nelayan yang selama ini hanya mencari nafkah.
Demikian, latar belakang, kronologis kasus, proses hukum,
kesimpulan, saran dan tuntan hukum dibuat sebenar-benarnya. Kronologis ini
dibuat berdasarkan wawancara langsung terhadap nelayan.
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih
Salam Juanda
Jung Juang
Maritim Berdaulat, Dilaut Berjaya
Lampiran:
1. Nama kapal
KMN SUPANI PUTRI
Nama Nahkoda
SUPARDI
Nama ABK
1.JONI
2.TAMRIN
3.JUHAEDI
4.WAYAN SARJIMAN
5.DIMAN
6.GILANG AJI PANGESTU
7.SAMSUDDIN
8.KAMARUDDIN
9.ANDI MUHARRAM
10.JUSNADI
2. Nama Kapal :
KMN PENGEMBARA
Nama Juragan
IRWAN HIDAYAT
Nama ABK
1.INDRA BAKTI SUSANTO
2.MARKARMA
3.M ERWIN SAPUTRA
4.GUNTUR
5.HASANUDDIN
6.SUPARDI
7.SABARUDDIN
8.SILVESTER AMLENI
9.ROBIANTO
3. Nama Kapal:
KMN ALQY JAYA
Nama Nahkoda;
Busra
Nama ABK;
Johan Saputra
Sabaruddin
Jamaluddin
Kamaruddin
Saripudin
Jumarlin
Irwan Dahlan
Taufik
Rian Pratama
Rizal
4. Nama Kapal:
KLM Azam Putra
Nama Nahkoda:
Saipullah
KKM:
Sofyandy
Nama ABK.
Jamaludin
Rolis
Rosandi
Alimudin
Yopan
Irwansah
Romansah
Bahari
M. Busir
Bustomi
RojanI
6. Nama Kapal:
KMN Dita Bahari 04.
Juragan:
Saharullah
Nama ABK:
Abu Yakla
Sudirman
Najamuddin
Samsuddin
Ari Gunawan
Pajri ansa
Andika
Agus Parlan
Abdul Kadir
Aminollah
7. Nama Kapal:
KMN: FAJAR JAYA FJ
Nahkoda:
Sirajuddin
KKM:
Bobi Mursadi
Negil Hairil
Dimas Saputra
Iskandar
Dapit
Waldi Anggara Putra
Ari Adesarbayuputra
Asrul Yadi
Muhammad Jirin
Adi Ardianto.(***)