Mengintip Potensi Pengembangan Energi Terbarukan di Provinsi Jambi

By MS LEMPOW 20 Jul 2023, 10:27:34 WIB RAGAM
Mengintip Potensi Pengembangan Energi Terbarukan di Provinsi Jambi

Keterangan Gambar : Kantor Dinas ESDM Provinsi Jambi salah satu perkantoran yang telah menggunakan panel surya, bisa menghemat tagihan listrik hingga 50 persen. f-mas


Mediajambi.com – Nampaknya ketergantungan terhadap penggunaan pembangkit energi  fosil masih belum bisa ditinggalkan. Berdasarkan data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi pembangkit listrik tenaga energi terbarukan baru mencapai 15,29 persen. Artinya 84,71 persen masih menggunakan energi fosil.

Walau demikian Pemerintah Provinsi Jambi optimis sumber energi listrik terbarukan dapat mencapai target. Bahkan hingga 2025 mendatang bisa mencapai 24 persen, jika PLTA Kerinci Merangin telah berfungsi secara maksimal. “Saat ini penggunaan pembangkit listrik terbarukan di Provinsi Jambi Hidro/air 1,1MW,  Bioenergi 36,2 MW dan tenaga surya 0,68 persen. Suatu saat nanti bila telah tiba waktunya energi fosil akan tergantikan dengan energi terbarukan,” ujar Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Jambi S Pandu Hartadita kepada Mediajambi.com.

    Dia mencontohkan dulu masyarakat manggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak, kini telah menggunakan kompor gas dan kompor listrik. Begitu juga halnya penggunaaan bahan bakar kendaraan bermotor yang sebelumnya menggunakan bensin kini dipaksa memakai pertalite. Itupun akan terjadi pada energi terbarukan, karena lambat laun energi fosil yang berasal dari minyak dan batubara akan habis dan digantikan dengan energi terbarukan. 

    Pihaknya juga mendorong sejumlah instansi dilingkup Pemprov Jambi menjadi pilot projek dalam penggunaan pembangkit listrik terbarukan. “Saat Dinas ESDM telah menggunakan, Bapeda dan beberapa instansi lainnya,” ucapnya.

    Provinsi Jambi memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan energi terbarukan. Potensi ini bisa dipetakan berdasar wilayah. Seperti energi pembangkit Geothermal, Hidro dan Bioenergi terdapat di wilayah bagian barat. Sedangkan energi penel surya, bayu terdapat di wilayah bagian timur. Namun demikian panel surya memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan, mengingat Provinsi Jambi berada di daerah khatulistiwa.

    “Kita punya terget hingga tahun 2050 penggunaan energi terbarukan ini bisa mencapai 40 persen. Sisanya 60 persen masih menggunakan energi fosil yaitu sumber energi dari batubara sebesar 29 persen, minyak 22 persen dan gas 9 persen,” ungkap dia.

    Pemerintah daerah akan berkolaborasi dengan pemerintah pusat dalam pengembangan energi terbarukan berupa Program Energi Surya Nusantara, Program nasional EBT untuk daerah-daerah yang belum berlistrik: Program percepatan pengembangan EBT skala besar, termasuk solar farm, wind farm, PLTA, dan PLTP, Program nasional agro-energy untuk percepatan pengembangan bioenergy (biomasa), Program nasional pariwisata bersih dan hijau berbasis EBT, Program nasional klaster ekonomi berbasis sumber daya setempat, Pengembangan Klaster PLTS / PLT Hybrid untuk Ekonomi berbasis sumber daya setempat, Pengembangan PLTS di lahan-lahan pertanian dan perikanan, Program nasional “smart and green building” dan “smart and green island”, Program nasional sinergi Kementerian/Lembaga untuk pengembangan industry EBT.

    Selanjutnya Pemerintah Provinsi Jambi telah mengambil langkah-langkah yaitu Program Pengelolaan Energi Terbarukan. Pengembangan Penyediaan Bahan Baku Biogas dan Biomasa, Pengembangan Penyediaan Biogas dan Biomasa, Pemanfaatan Aneka Energi Terbarukan; dan Konservasi Energi.

    Program Bantuan Sosial Terintegrasi untuk Dapur dan Penerangan Rumah Tangga(Boenda) yang telah dilakukan sejak tahun 2021.  “Dibeberapa daerah terpencil yang belum dialiri PLN telah di pasang panel surya dan ada juga yang memanfaatkan tenaga hidro yang dikelola oleh masyarakat setempat. Seperti di daerah  Merangin tepat di Desa Air Liki yang hingga saat ini belum dialiri listrik dari PLN.

    Dalam pengembangan EBT baik lokal maupun nasional masih ada berbagai tantangan yang harus dihadapai pemerintah. Pemprov Jambi telah membuat peta tantangan dan solusi peningkatan pemanfaatan energi terbarukan.

    Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam pengembangan EBT yaitu Keterbatasan sumber-sumber pendanaan; Keterbatasan Sumber Daya Manusia energi terbarukan; Keterbatasan Informasi tentang Pengembangan Energi Terbarukan bagi sektor Pengguna Energi.

    “APBD  tidak mencukupi untuk pembelian peralatan yang dinilai cukup mahal, belum lagi jika pelaralatan itu rusak juga belum memiliki teknisi yang handal. Apalagi jika konsumen yang berada di wilayah terpencil dan sangat jauh untuk ke kota. Dampaknya jika rusak maka akan terbengkalai, apalagi sulitnya mendapatkan suku cadang,” ungkap S Pandu.

    Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini telah melakukan sinkronisasi program daerah yang berkontribusi terhadap program-program nasional di daerah; kolaborasi dengan multipihak dalam rangka perumusan kebijakan pengembangan energi terbarukan di daerah; merumuskan kebijakan yang menjadi stimulan proses “bottom-up” atau partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan energi terbarukan; dan kolaborasi dengan multipihak dalam rangka implementasi kebijakan pengembangan energi terbarukan.

    “Kita juga telah mengajak sejumlah instansi pemerintah dilingkup Pemprov Jambi untuk memanfaatkan EBT. Kita sendiri di Dinas Energi Sumber Daya Mineral yang menggunakan panel surya sebagai pilot projek. Terbukti dengan menafaatkan panel surya tagihan PLN menurun lebih dari 50 persen,” ucapnya.

    Masih Menjadi Dilema

    Ketergantungan terhadap energi fosil hingga saat ini masih belum bisa diatasi. Hal ini bisa dilihat dibeberapa daerah terpencil di seperti di Desa Lubuk Beringin, kabupaten Bungo yang dulunya menggunakan air sebagai pembangkit listrik yang dikelola oleh masyarakat setempat.

    Sejak aliran PLN pembangkit tersebut terbengkalai dan tidak dipergunakan lagi. Begitu juga di beberapa wlayah terpencil lainnya. Menurut warga biaya yang dikeluarkan untuk pembangkit yang dikelola oleh masyarakat jauh lebih mahal ketimbang memakai PLN.

    “Dulu ya kami menggunakan kincir air untuk menggerakan turbin yang hidup mulai dari jam 18.00 hingga 06.00 pagi. Tapi dengan masuknya PLN hidup 24 jam. Banyak kemudahan yang diberikan PLN dengan listrik pintarnya, kita hanya beli token sesuai kebutuhan tidak mengeluarkan biaya lainnya,” jelas Bujang (35) warga Lubuk Beringin via ponselnya.

    Bila dilihat dari sisi kepentingan ekonomi pihak Hulu Migas dalam beberapa pemberitaan terus berkomitmen mencari cadangan minyak baik yang ada di darat maupun di laut lepas. Pihaknya mengejar target satu juta barel minyak perharinya. Target nasional itu karena sumber APBN terbesar dari sektor minyak dan gas.

    Begitu juga halnya dengan penambangan batubara izin ekplorasi terus bertambah, sejumlah kawasan yang dulu merupakan lahan masyarakat dan hutan kini telah berubah menjadi danau yang airnya mengandung zat beracun.

    Dampak dari penambangan batubara yang sebagian besar tidak direklamasi akan berdampak pada krisis ketahanan pangan dan kerusakan ekosistem. Itulah dilema yang dihadapi dalam pengembangan energi terbarukan.

    Tetap Optimis

    Staf Program Akses Energi Berkelanjutan Institute For Essential Services Reporm (IESR) Icmi Safitri mengatakan kenaikan suhu global memaksa secara global dan Indonesia untuk beralih ke energi yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris.

    “Semakin kita abai untuk bertransisi dari energi berbasis fosil, akan semakin besar kerugian dan dampak yang akan dialami oleh Indonesia. Tansisi energi terbarukan akan mengurangi efek rumah kaca yang dapat menstabilkan suhu bumi. Karena saat ini suhu bumi mengalami kanaikan 1,1 persen. Kita berharap dukungan dari seluruh pemangku kepentingan ikut berperan,” ucapnya.

    Dampak yang terjadi akibat naiknya suhu bumi, maka akan terjadi penguapan cukup tinggi curah hujan dengan intensitas lebat berdampak banjir. Ketika musim kemarau terjadi kekeringan  terganggunya ekosistem dan pertanian (krisis pangan dampak jangka panjang). Selanjutnya naiknya permukaan laut ( tingginya permukaan air laut) membuat migrasi penduduk tinggal diwilayah pesisir.

    Kemudian cuaca saat ini tidak bisa lagi diprediksi, dulu ada dua musim jika kemarau dan musim hujan. Biasanya petani jauh-jauh hari sudah tahu kapan untuk bercocok tanam dan kapan membuka lahan. Tapi kini prediksi itu tidak lagi berlaku, hal ini disebabkan makin menipisnya lapisan ozon akibat suhu bumi terus meningkat. “Dampak dari pemanfaatan energi fosil, juga mengakibatkan polusi udara dari asap kendaraan,” jelasnya.

    Walau demikian dia mengakui hingga saat ini energi fosil masih mendominasi, namun lambat laun akan tergantikan oleh energi yang ramah lingkungan.

    Dari hasil survey yang dilakukan IESR beberapa hambatan dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia antara lain dipengaruhi kepentingan ekonomi politik batubara sebagai pendapatan pemerintah dan sumber energi domestik.  Hambatan regulasi yaitu kurangnya koordinasi antara lembaga pemerintah, ketidakpastian peraturan, dan perubahan peraturan yang sering terjadi.

    Selanjutnya pasar  subsidi energi untuk bahan bakar fosil, tarif listrik yang diatur, dan tarif energi terbarukan yang tidak menarik perhatian dari pemerintah. Kemudian secara teknis kondisi geografis, kondisi oversupply, dan kemampuan teknis yang terbatas. “Untuk transisi, penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan harus disertai dengan penurunan kapasitas pembangkit energi fosil yang saat ini masih sangat mendominasi,” ucapnya.

    Namun demikian pihaknya yakin transisi energi terbarukan sebelum tahun 2060 energi fosil sudah berakhir dan digantikan dengan panel surya, bayu, biomasa dan hydro yang merupakan energi terbarukan. “Potensi energi terbarukan Indonesia sangat masif, peluang untuk mengamankan ketahanan energi jangka panjang,” ucapnya dalam sebuah kutipan.

    Pengunaan energi fosil yang berasal dari batubara sangat berdampak pada masyarakat. Seperti terjadinya kemacetan lalulintas, penyakit ispa bagi warga yang bermukim di sepanjang jalan yang dilalui angkutan batubara. Bahkan tak jarang terjadi kecelakaan  yang menelan korban.(mas)

     

     

     




    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    Semua Komentar

    Tinggalkan Komentar :