- Semarak May Day dengan Layanan Langsung dan Senam Sehat Bersama Pekerja
- Industri Jasa Keuangan Jambi Tumbuh Positif Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah
- Gubernur Al Haris Boyong Bupati/Wali Kota Audiensi dengan Menhub, Bahas Pengembangan Transportasi
- OJK Dorong Penggunaan Kecerdasan Artifisial di Sektor Perbankan secara Bertanggung Jawab
- Bibit Sawit Unggul Topaz 1 Berbuah Orange, Terbukti Sejahterakan dan digemari Petani
- Hadiri Rakortek Perumahan Pedesaan, Gubernur Al Haris Tegaskan Komitmen Dukung Program Tiga Juta Rumah
- Berkolaborasi Melindungi Ribuan Pekerja Rentan Melalui Program Kampung Bahagia
- Tingkatkan Kolaborasi dan Sinergi, SKK Migas – KKKS Sumbagsel Gelar Event Lifting Olympic
- Hadiri RDP Bersama Komisi II DPR RI, Gubernur Al Haris Soroti Minimnya Kewenangan Daerah dalam Sektor Minerba
- Gubernur Jambi Al Haris Hadiri RDP Bersama Komisi II DPR
Petani Sawit di Tebo Membangun Komunitas Pertanian Ramah Lingkungan

Keterangan Gambar : Petani Sawit di Tebo Membangun Komunitas Pertanian Ramah Lingkungan
Mediajambi.com- Aju Nofrienza mengajak 50 orang petani Desa
Melako Intan menerapkan pertanian regeneratif. Beberapa batang paralon di bawa
ke kebun sawit warga yang menjadi lokasi belajar.
Aju bersama 40 orang lainnya, merupakan pelatih lokal yang dibekali pembelajaran
praktek pertanian regenerative oleh Wild Asia. Mereka adalah perwakilan dari
empat desa di Kecamatan Rimbo Ulu yaitu Desa Sido Rukun, Desa Sido Mulyo , Desa
Mekar Sari, Desa Sumber Sari dan Desa
Melako Intan Kecamatan Tebo Ulu.
Aju mengajarkan petani untuk
melakukan pengukuran kesuburan tanah dan kecepatan resapan air dengan
menggunakan berbagai alat sederhana.
"Untuk mengukur
kecepatan resapan air, kami menggunakan paralon, sambil menuangkan air ke dalam
paralon sepanjang kurang lebih 15 cm, kemudian mengamati waktu yang dibutuhkan
agar air habis.,” jelasnya.
Sementara itu, memeriksa area piringan seluas satu setengah
meter melingkar di sekitar pohon. Fokus pada area di bawah ujung daun dan di
bawah tumpukan pelepah, karena
"Biasanya, resapan
air yang bagus itu di bawah pelepah dan di ujung daun. Semakin cepat semakin
baik," ungkapnya.
Selanjutnya, Aju menggunakan sebuah alat berbentuk segiempat
untuk memeriksa mikroorganisme dalam tanah, terutama cacing. Alat ini digunakan
untuk melihat mikroorganisme di tanah, salah satunya cacing. Alat tersebut ditempatkan di tiga lokasi yang
berbeda. Aju menyiramkan air berisi sabun ke tengah lingkaran alat tersebut,
lalu menunggu selama 15 menit sebelum melihat berapa banyak cacing yang keluar.
"Semakin banyak
cacing yang muncul, tanah semakin subur," Aju menyimpulkan, memperkuat
kesimpulan dari hasil observasinya.
Menurut Siti petani
Desa Melako Intan, penggunaan bahan organik dan mikroorganisme yang baik untuk
tanah adalah kunci dalam praktik RA. Namun, selama ini, penggunaan limbah dari
perkebunan seperti jangkos, kohe, urin hewan, bahkan limbah rumah tangga
seperti biojus belum dimanfaatkan secara optimal. "Selama ini limbah-limbah jeruk ini
banyak, tapi tidak dimanfaatkan. Dibuang, kalau bisa jadi pupuk, berkurang
menggunakan pupuk kimia."
Parwoto, Pelatih Lokal
Rimbo Ulu yang mengelola kebun kelapa sawit, mencoba membandingkan hasil
menggunakan pupuk kimia dengan menggunakan tangkos, salah satu bahan organik.
Hasilnya, dalam demplot percontohan seluas dua hektar, produksi cenderung sama
antara penggunaan tangkos dan pupuk kimia. Hal ini menjadi dorongan bagi petani
untuk lebih antusias dalam mengadopsi praktik RA.
“Untuk membuat petani percaya, mereka butuh contoh. Dan saya
pikir bisa melakukan praktik RA ini langsung di kebun saya sebagai contoh, “
ungkapnya.
Selama ini petani menggunakan tangkos Tapi tata caranya
belum tepat, tangkos digunakan belum tepat.
“Biasanya petani aplikasi tangkos mereka tumpuk tinggi
diletakkan di dekat pohon melingkar. Kalau ditumpuk dekat pohon menjadi sarang
hama dan jamur bagi kelapa sawit dan menyusahkan saat panen, ambil berondol,
‘tambah Parwoto
Pembuatan biojus juga menjadi salah satu praktik yang
diterapkan oleh petani. Biojus dibuat dari campuran limbah rumah tangga seperti
buah, sayuran, dan molase (tetes tebu). "Antusias petani dengan adanya
praktek pembuatan biojus, karena pembuatan pupuk ini berada di dapur mereka ada
molase, dibuat dari gula merah dan gula pasir dicampurkan air. Bahan lainnya merupakan
limbah dari rumah tangga," ungkap Koordinator lapangan Setara Jambi, Abu
Amar.
Abu Amar menegaskan bahwa praktik RA ini mengajak petani
untuk berpikir secara lebih holistik dalam memanfaatkan sumber daya di sekitar
mereka, mengurangi penggunaan bahan kimia, dan lebih memanfaatkan pupuk organik
yang ada. Ada total 200 orang petani di Tebo yang sudah mendapatkan pelatihan
praktik RA.
" Sebenar praktik RA ini mengajak pengurangan atau
peralihan petani swadaya dalam penggunanan bahan kimia yang tidak tepat dan
besar-besaran, penggunaan pupuk sembarangan tidak tepat dosis, dimana harga
pupuk kimia relatif mahal, susah
mendapatkan,nya, kenapa tidak memanfaatkan pupuk yang ada di sekelilingnya
kita. RA ini mengajak petani berpikir mengurangi penggunaan bahan kimia, dan
memanfaatkan pupuk organic yang ada di sekitar mereka. Petani berfikir tidak
mupuk kalau tidak kimia. Kalau pupuk organik dimanfaatkan baik oleh petani
pasti produksinya akan meningkat”.
Dalam upaya menuju
pertanian yang lebih berkelanjutan, pembuatan biojus menjadi salah satu langkah
awal. Prosesnya sederhana, di mana bahan-bahan seperti buah/sayuran limbah
rumah tangga dan molase dicampurkan dalam botol plastik, lalu digoncangkan
selama tujuh hari. Setelah tiga bulan, biojus tersebut akan menjadi pupuk
organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Pertanian regeneratif di Kabupaten Tebo, Jambi, menjadi
model yang diadopsi dan direplikasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat di 2
organisai petani sawit swadaya yang ber sertifikasi RSPO yaitu, APBML dan FPS
MRM. Di demplot percontohan di APBML yang menerapkan pemupukan menggunakan
tangkos secara penuh, hasil produksi cenderung sebanding dengan penggunaan
pupuk kimia. Bahkan, terdapat potensi peningkatan produksi yang mungkin akan setara
dengan hasil menggunakan pupuk kimia.
Netti, petani sawit swadaya anggota FPS MRM bilang banyak
manfaat yang dirasakan setelah setahun ini menerapkan praktik RA. “Saya
menggunakan pupuk Kandang kotoran sapi dan urine sapi, saya juga menanam
sayuran di kebun, dan juga menanam pohon gaharu, kata orang dikebun sawit tidak
bisa ditanam tanaman lain, tetapi asal bagus pengelolaannya ternyata bisa
ditanam tanaman lain, asalkan menggunakan pupuk organic agar tanahnya subur,
hasil produksi sawitnya tetap bagus,” pungkasnya.(*)