- Semarak May Day dengan Layanan Langsung dan Senam Sehat Bersama Pekerja
- Industri Jasa Keuangan Jambi Tumbuh Positif Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah
- Gubernur Al Haris Boyong Bupati/Wali Kota Audiensi dengan Menhub, Bahas Pengembangan Transportasi
- OJK Dorong Penggunaan Kecerdasan Artifisial di Sektor Perbankan secara Bertanggung Jawab
- Bibit Sawit Unggul Topaz 1 Berbuah Orange, Terbukti Sejahterakan dan digemari Petani
- Hadiri Rakortek Perumahan Pedesaan, Gubernur Al Haris Tegaskan Komitmen Dukung Program Tiga Juta Rumah
- Berkolaborasi Melindungi Ribuan Pekerja Rentan Melalui Program Kampung Bahagia
- Tingkatkan Kolaborasi dan Sinergi, SKK Migas – KKKS Sumbagsel Gelar Event Lifting Olympic
- Hadiri RDP Bersama Komisi II DPR RI, Gubernur Al Haris Soroti Minimnya Kewenangan Daerah dalam Sektor Minerba
- Gubernur Jambi Al Haris Hadiri RDP Bersama Komisi II DPR
Qurban Menyemblih Sifat-sifat Jahat dalam Diri Sendiri

Keterangan Gambar : Warga menjadi panitia pemotongan hewan qurban di sejumlah Masjid, Mushola dan tempat lainnya di Kota Jambi
Mediajambi.com - Saya yakin kita semua sudah sangat hafal dengan apa yang
Allah sampaikan melalui Al-Quran, Surah Al-Hajj berikut ini, “Daging-daging dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik“ (
Al Hajj : 37 ).
Di berbagai tempat dan kesempatan ayat ini sudah banyak dibahas
dan didalami khususnya menyambut hari raya Idul Adha seperti saat ini. Namun,
apa kita benar-benar telah mengambil hikmah dari ayat ini? Ayat ini tentunya
sangat lugas dan tegas. Ada dua bagian poin penting yang dapat digaris bawahi.
Bagian pertama adalah ‘darah dan daging’ dan bagian kedua, ‘ketakwaan’.
- Inovasi Kolaboratif di Tingkat Daerah Bantu Wujudkan Pendidikan Dasar Berkualitas0
- Kunker Komnas Perempuan, Pastikan Pemenuhan Hak Perempuan Korban Kekerasan0
- Universitas Terbuka Tandatangani Kerjasama dengan IAIN Kerinci0
- Universitas Terbuka Jambi, Berikan Beasiswa untuk Atlit Berprestasi0
- Universitas Terbuka Jambi Laksanakan Audit Internal dan Inventory Count 2023 0
‘Darah dan daging’
qurban sesungguhnya hanyalah media atau bahkan hanya sekedar symbol
(kuantitatif) ketaatan kepada Allah. Dan, Allah ternyata sama sekali tidak
membutuhkan benda-benda konkret ini. Allah tidak butuh darah dan daging dari
hambanya. Artinya, mau menyemblih hewan qurban seberapa banyak pun Allah tidak
akan peduli jika bukan karena ketakwaan.
Jadi poin pentingnya bukan pada darah dan daging, bukan
seberapa banyak, bukan seberapa besar, bukan seberapa sering, bukan seberapa
mahal, dan hitungan-hitungan kuantitatif lainnya. Bukan!
Tapi seberapa taqwa!
Nilai taqwa itu kualitatif dan tidak bisa dihitung dengan
ukuran statistik. Itulah mengapa kemudian Allah tegaskan dalam Al-Quran surah
Al-Hujarat, “sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu (Al-Hujarat: 13).
Jika begitu, seluruh amaliah (ibadah) harus berlandasan
ketakwaan. Tidak boleh yang lain, termasuk di dalamnya untuk riya’, pamer, biar
dianggap darmawan, karena tidak enak dengan orang, biar dianggap ini dan itu,
dan lain sebagainya.
Apa lagi qurban yang niatnya hanya supaya bisa selfie dengan
hewan qurbannya dan share foto-foto di media sosial. Lantas, yang untuk Allahnya
mana? Maka, yang didapat hanya foto-foto, darah dan daging itu saja!
Justru, qurban pertama yang harus dipersembahkan kepada
Allah adalah ‘menyembelih’ diri sendiri dari berbagai bentuk penyakit diri
seperti riya’, angkuh dan sombong sehingga terciptanya ketakwaan kepada Allah.
Sebelum menyembelih hewan qurban, sembelihlah diri dan jiwa.
Ketika mampu ‘menyembelih’ itu semua, maka putuslah hubungan
diri dengan segala bentuk penyakit tersebut dan yang tersisa adalah nilai-nilai
ketakwaan di dalam diri. Agaknya itulah yang terjadi dengan diri Nabi Ibrahim.
Beliau sudah sukses ‘menyembelih’ dirinya sehingga tidak lagi hidup hal-hal
negatif dalam diri.
Jika sudah sampai pada level ini, maka tidak ada lagi yang
berharga pada dirinya kecuali ketakwaan kepada Allah. Lihatlah, rasanya hanya
Ibrahim yang mampu mengikuti perintah Allah untuk menyembelih anak yang sangat
ia disayangi, dinanti bertahun-tahun, permata hati, penerus keturuan dan
harapan jiwa. Begitulah nilai ketakwaan itu berperan dalam diri Beliau.
Maka, jangan sekali-kali berani menyebut sudah berkorban
jika belum mampu memberikan apa yang terbaik dimiliki oleh diri, apa yang
paling disayangi, yang paling dicintai. Apa yang bisa melakukan itu semua cuma
satu yaitu ketakwaan kepada Allah.
Akhirnya, letakkanlah pisau tajam itu dileher hewan kurban,
tapi jangan lupa juga untuk ‘menyemblih’ sifat-sifat jahat dalam diri.
Sembelihlah segala bentuk kejahatan itu agar mereka mati dan yang tersisa hanya
satu; ketakwaan kepada Allah. Selamat Hari Raya Idul Adha!(***)