- Warga Digemparkan Temukan Mayat Sejoli di Dalam Mobil Terparkir di Tempat Perbelanjaan Trona Ekspres
- Pastikan Seleksi PPPK Berjalan Lancar, Wawako Diza Pantau Langsung dan Apresiasi Peserta
- Dandim Pungky Beri Pembekalan dan Motivasi untuk Satgas Yonif 142/KJ Jelang Tugas di Papua
- Pungli Menggurita di Kota Jambi, Djokas Siburian Anggota DPRD kota Jambi Akan Tempuh Jalur Hukum: Saya Siap Buat Laporan Resmi
- Danrem 042/Gapu Hadiri Pelantikan Ketua dan Pengurus PPAD Provinsi Jambi Masa Bakti 2025 –2029
- Diskominfo Kota Jambi Perkuat Transformasi Digital Lewat Forum KomDigi APEKSI 2025
- Diam-Diam Eks Lokalisasi Payo Sigadung Masih Beroperasi, 17 PSK Terjaring Razia Pekat saat Nunggu Tamu
- Walikota Jambi Hadiri Munas APEKSI VII di Surabaya, Perkuat Sinergi Antar Pemerintah Kota Photo Author
- Tujuh Belas Orang Perempuan Diamankan Saat Ops Pekat 2025 di Payo Sigadung (Pucuk)
- Kapolda Jambi Bersama Ketua Bhayangkari Melakukan Kunker Ke Polres Tanjabbarat
Dalam Sebulan Polri Ungkap 397 Kasus TPPO, 904 Korban Berhasil Diselamatkan

Keterangan Gambar : Dalam Sebulan Polri Ungkap 397 Kasus TPPO, 904 Korban Berhasil Diselamatkan
Mediajambi.com -
Dalam kurun waktu 1 bulan, 22 Oktober—22 November 2024, Bareskrim Polri
berhasil mengungkap 397 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kabareskrim Polri Komjen Pol. Wahyu Widada dalam konferensi
pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (22/11), mengatakan dari 397
kasus TPPO itu, sebanyak 482 pelaku berhasil ditangkap.
"Bareskrim Polri beserta seluruh jajaran telah
menangkap 482 orang dan berhasil menyelamatkan korban TPPO sebanyak 904
orang," kata Wahyu Widada.
Dikatakannya lagi, tiga polda yang paling banyak melakukan
pengungkapan adalah Polda Kepulauan Riau, Polda Kalimantan Utara, dan Polda
Kalimantan Barat, karena lokasinya merupakan perbatasan antarnegara.
Pengungkapan ini, kata dia, berhasil menyelamatkan kerugian
negara sebesar sekitar Rp284 miliar.
Dijelaskan bahwa terdapat beberapa modus operandi pelaku
yang berhasil diungkap. Modus pertama adalah mengirimkan pekerja migran
Indonesia (PMI) secara ilegal dengan menggunakan visa yang tidak sesuai,
seperti visa ziarah ataupun visa wisata.
PMI ilegal itu, kata mantan Kapolda Aceh itu, diberangkatkan
oleh perusahaan yang tidak terdaftar dan tidak mendapatkan pelatihan serta
medical check up.
"Jalur berangkat PMI dengan tidak melalui jalur yang
resmi atau menggunakan jalur-jalur tikus yang sering terjadi di wilayah
perbatasan," ucapnya.
Modus lain yang digunakan pelaku adalah korban mendapatkan
pekerjaan. Akan tetapi, setelah sampai di negara lain, tidak dipekerjakan
sesuai dengan apa yang dijanjikan. Bahkan, ada beberapa pekerja yang dijadikan
pekerja seks komersial (PSK).
"Namun, di dalamnya, mereka dipaksa untuk menandatangani
surat perjanjian jaminan utang seolah-olah punya utang yang harus dibayarkan.
Ini adalah modus untuk mengikat mereka supaya tetap mau bekerja," ucapnya.
Modus berikutnya adalah eksploitasi anak. Komjen Pol. Wahyu
mengatakan bahwa pelaku memanfaatkan korban anak, kemudian mempekerjakan anak
tersebut sebagai PSK.
"Pelaku juga
mengiming-imingi anak-anak itu bekerja dengan gaji yang besar. Padahal,
dipekerjakan di perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik, ataupun di
perkebunan-perkebunan secara ilegal," ucapnya.
Modus terakhir yang digunakan adalah korban dipekerjakan
sebagai anak buah kapal (ABK). Namun, dalam pelaksanaannya, korban dipindahkan
ke kapal lain tanpa persetujuan, terlebih pekerja juga tidak dibekali kemampuan
basic safety training dan administrasi yang sebenarnya.
"Korban ini juga dipaksa untuk memenuhi target-target
pekerjaan. Kalau tidak memenuhi, mereka juga akan menerima konsekuensi, yaitu
tindakan kekerasan dari pelaku," kata Komjen Pol. Wahyu.
Tersangka yang ditangkap dijerat dengan Pasal 4
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Pidana Perdagangan
Orang dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600
juta.
Tersangka juga dikenai Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2017 tentang Perlindungan Pekerja Negeri Indonesia dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 juta.(*)