- Ny Hesti Haris Buka Kejuaraan Taekwondo Kartini Cup 2025. Kolaborasi Perwosi dan Taekwondo Jambi
- Makeup Dimanapun Praktis dan Lebih Stylish! Aeris Beaute Hadirkan Dua Warna Baru untuk The Signature 4-in-1 Brush
- Pemkot Jambi Serahkan SK kepada 1.909 PPPK, 1 Mundur dan 8 Tak Hadir
- Pertamina Gandeng BPOM Wujudkan UMKM Berdaya Saing di Program Basamo Elok Jambi
- Dibawah Guyuran Hujan Ribuan Peserta Khidmat Ikuti Upacara Hardiknas di Balaikota Jambi
- Kolaborasi Perwosi dan Taekwondo Jambi Hadirkan Kejuaraan Kartini Cup 2025
- Bupati H Anwar Sadat Menerima Audiensi dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jambi
- Bupati Tanjab Barat Inspektur Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025
- Pemkab Tanjab Barat Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) tahun 2025
- OJK dan BPS Umumkan Hasil Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025
KPPU Putuskan Adanya Kesepakatan Penetapan Harga Pada Penyedia Jasa Depo Peti Kemas di Pelabuhan Panjang Lampung

Keterangan Gambar : KPPU Putuskan Adanya Kesepakatan Penetapan Harga Pada Penyedia Jasa Depo Peti Kemas di Pelabuhan Panjang Lampung
Mediajambi.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
telah memutuskan adanya kesepakatan penetapan harga pada penyediaan jasa depo
peti kemas oleh 3 (tiga) Terlapor penyedia jasa di Pelabuhan Panjang, Lampung.
Kesepakatan tersebut berlangsung lebih kurang selama 7 (tujuh) bulan sejak Mei
2022 sampai dengan November 2022.
Dalam Putusan, KPPU tidak menjatuhkan sanksi
denda kepada Terlapor I, Terlapor II dan Terlapor III dengan beberapa
pertimbangan, antara lain memperhatikan kelangsungan kegiatan usaha karena
adanya kerugian yang dialami para Terlapor, harga yang tidak berubah sejak
tahun 2013 hingga Perkara a quo diputus, dan adanya Terlapor yang keluar dari
pasar dengan cara menutup cabang. Majelis Komisi tetap menjatuhkan sanksi lain,
berupa Perintah kepada PT Java Sarana Mitra Sejati (Terlapor I) dan PT Masaji
Tatanan Kontainer Indonesia (Terlapor II), dua pelaku yang masih melakukan
kegiatan di Pelabuhan Panjang, untuk tidak melakukan perjanjian penetapan harga
penyediaan jasa depo peti kemas di wilayah tersebut. Putusan atas Perkara No.
20/KPPU-I/2023 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 (UU No. 5/1999) terkait Kesepakatan Tarif Penyediaan Jasa Depo Peti Kemas
di Pelabuhan Panjang Lampung tersebut, dibacakan Majelis Komisi kemarin pada 30
September 2024, di Kantor Pusat KPPU Jakarta. Hadir memimpin jalannya sidang
pembacaan Putusan tersebut, Anggota KPPU Mohammad Reza sebagai Ketua Majelis
Komisi, didampingi Anggota KPPU Hilman Pujana dan Eugenia Mardanugraha selaku
Anggota Majelis Komisi.
Perkara ini bersumber dari inisiatif KPPU dan melibatkan 4
(empat) Terlapor, yakni PT Java Sarana Mitra Sejati (Terlapor I), PT Masaji
Tatanan Kontainer Indonesia (Terlapor II), PT Citra Prima Container (Terlapor
III), dan PT Triem Daya Terminal (Terlapor IV). Keempat Terlapor merupakan
pelaku usaha yang menyediakan jasa layanan penyediaan depo peti kemas di
Pelabuhan Panjang, Lampung. KPPU menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 5
(penetapan harga) melalui penetapan tarif batas atas dan batas bawah bagi jasa
depo peti kemas yang dilakukan oleh pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi
Depo Kontainer Indonesia (ASDEKI) DPW Lampung. Penetapan tarif tersebut
dilakukan melalui Surat Nomor 007/ASDEKI-LPG/III/2022 tentang Pemberlakuan
Penyesuaian Tarif Batas Atas. Kesepakatan tersebut dilaksanakan oleh Anggota
ASDEKI DPW Lampung, yakni Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor
IV. Keempat Terlapor tersebut dinilai mewakili seluruh pangsa pasar penyediaan
jasa depo peti kemas di Pelabuhan Panjang, Lampung pada tahun 2022.
Dalam persidangan, Majelis Komisi menemukan fakta bahwa
pelaksanaan kesepakatan tarif tidak berjalan baik karena posisi tawar penyedia
jasa yang lemah terhadap perusahaan pelayaran (pemilik peti kemas) dalam hal
negosiasi sebagai bisnis penunjang penyelenggaraan usaha jasa terkait dengan
angkutan di perairan di Pelabuhan Panjang. Terlebih di pasar depo peti kemas di
Lampung, frekuensi barang ekspor lebih tinggi daripada barang impor sehingga
menimbulkan seringnya reposisi peti kemas dari tempat lain. Majelis Komisi
menilai pembentukan tarif pelayanan usaha jasa depo peti kemas didasarkan atas
kesepakatan penyedia jasa dan pengguna jasa. Jadi merujuk pada persaingan tarif
antar pelaku usaha yang saling bersaing di pasar bersangkutan.
Meski demikian, Majelis Komisi menemukan adanya serangkaian
pertemuan dan rapat antar Terlapor yang terjadi pada kurun waktu sebelum
terbitnya Surat Nomor 007/ASDEKI- LPG/III/2022 tentang Pemberlakuan Penyesuaian
Tarif Batas Atas. Paska surat tersebut, terdapat penyesuaian tarif penyediaan
jasa depo peti kemas di Pelabuhan Panjang oleh Para Terlapor, yang menunjukkan
adanya kesepakatan antar mereka. Majelis Komisi menilai kesepakatan tersebut
ditujukan guna mempertahankan eksistensi Para Terlapor dalam industri depo peti
kemas.
Dalam praktik, paska penetapan harga melalui ASDEKI,
Terlapor III dan Terlapor IV justru keluar dari pasar karena tidak mampu
memperoleh keuntungan dari kesepakatan harga tesebut. Sedangkan Terlapor I dan
Terlapor II masih bertahan karena bagian dari komitmennya dengan konsumen. Para
Terlapor dinilai tidak mampu mempertahankan kesepakatan tarif tersebut, karena
tingginya permintaan refund dari konsumen yang cukup tinggi dan harus dipenuhi
untuk bisa bertahan di pasar karena kuatnya daya tawar pengguna jasa
(konsumen). Dalam hal tersebut, Majelis Komisi menilai kesepakatan tarif yang
dibuat tidak memberikan dampak yang tidak signifikan terhadap persaingan usaha.
Berdasarkan fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan di
persidangan, Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor I, Terlapor II, dan
Terlapor III terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Sementara Terlapor IV diputuskan tidak terbukti melanggar
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Atas pelanggaran tersebut, Majelis
Komisi menjatuhkan sanksi berupa Perintah kepada Terlapor I dan Terlapor II,
pelaku usaha yang masih melakukan kegiatan di Pelabuhan Panjang, untuk tidak
melakukan perjanjian penetapan harga penyediaan jasa depo peti kemas. Lebih
lanjut, dengan tidak adanya perubahan harga atau tarif penyediaan jasa depo
peti kemas sejak tahun 2013 hingga saat ini, fakta keluarnya Terlapor III dan
Terlapor IV dari pasar dengan menutup cabangnya, dan memperhatikan kelangsungan
kegiatan usaha Terlapor, Majelis Komisi menilai bahwa tidak terdapat alasan
yang cukup untuk menjatuhkan sanksi berupa denda admisnistratif kepada para
Terlapor.
Lebih lanjut, merujuk pada Pasal 131 Peraturan Menteri
Perhubungan RI No. 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait
dengan Angkutan di Perairan, Majelis Komisi memberikan rekomendasi kepada
Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Perhubungan RI
untuk menerbitkan pedoman penghitungan tarif depo peti kemas guna mencegah pemanfaatan
kekosongan aturan oleh pelaku usaha.(*)