- Ny Hesti Haris Buka Kejuaraan Taekwondo Kartini Cup 2025. Kolaborasi Perwosi dan Taekwondo Jambi
- Makeup Dimanapun Praktis dan Lebih Stylish! Aeris Beaute Hadirkan Dua Warna Baru untuk The Signature 4-in-1 Brush
- Pemkot Jambi Serahkan SK kepada 1.909 PPPK, 1 Mundur dan 8 Tak Hadir
- Pertamina Gandeng BPOM Wujudkan UMKM Berdaya Saing di Program Basamo Elok Jambi
- Dibawah Guyuran Hujan Ribuan Peserta Khidmat Ikuti Upacara Hardiknas di Balaikota Jambi
- Kolaborasi Perwosi dan Taekwondo Jambi Hadirkan Kejuaraan Kartini Cup 2025
- Bupati H Anwar Sadat Menerima Audiensi dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jambi
- Bupati Tanjab Barat Inspektur Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025
- Pemkab Tanjab Barat Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) tahun 2025
- OJK dan BPS Umumkan Hasil Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025
Menyikapi Pelanggaran Tata Ruang Yang Terjadi Pada Hotel Pullman Bandung

Keterangan Gambar : Salsa Anggun Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Unja
Mediajambi.com - Pada
dasarnya masyarakat juga memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan penataan
ruang. Hal ini disebutkan dalam Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yaitu Setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang, mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
permasyarakatan izin pemanfaatan ruang, dan memberikan akses terhadap kawasan
yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Namun, kewajiban tersebut seringkali tidak dilakukan. Hal ini dapat disebut
sebagai pelanggaran penataan ruang. Menurut hasil audit Kementerian Agraria dan
tata ruang, (ATR), pada tahun 2019 terdapat 6621 indikasi pelanggaran penataan
ruang yang tersebar di berbagai provinsi.
Salah satu kasus yang terjadi adalah pelanggaran penataan
ruang Pullman Bandung Grand Central atau yang lebih dikenal dengan Hotel
Pullman. Hotel ini terletak di Jalan Diponegoro Nomor 27 Citarum, Kec. Bandung
Wetan, kota Bandung. Letaknya yang berada di tengah Bandung dan tepat di
seberang Gedung Sate mengakibatkan kasus ini menjadi cukup dikenal. Hotel ini
dimiliki oleh pengembang PT Agung Podomoro Land (APLN) Tbk dan PT Tritunggal
Lestari Makmur (TPM) yang merupakan anak usaha dari Agung Podomoro Land. APLN
memiliki porsi 85% dan TML 15% dalam pengembangan hotel tersebut. Nilai
investasi dengan pembangunan hotel ini adalah Rp. 954 miliar dan nilai setoran
untuk kas daerah Provinsi Jawa Barat menjadi Rp. 65 miliar. Hotel ini dibangun
dengan fasilitas 279 kamar, 2 ballroom Convention Centre dan fasilitas lainnya.
Walaupun hotel ini baru dibuka pada akhir tahun 2020.
Pada awal pembangunannya pada tahun 2013 Hotel ini memang
dicanangkan menjadi Hotel internasional yang akan membantu meningkatkan
terjadinya berbagai kegiatan nasional maupun internasional di Jawa Barat. Pada
tahun tersebut terjadi kesepakatan antara pemerintah provinsi Jawa Barat dan PT
TPM. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk Build Operate Transfer (BOT) atau
Bangun Guna Serah (BGS). Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19
Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, skema pembangunan
BOT adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan
cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu
sebagaimana yang telah dijelaskan Hotel Pullman dibangun di atas lahan milik
pemerintah provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan media populer, permasalahan pelanggaran penataan
ruang pada Hotel Pullman tidak hanya terjadi sekali,namun terjadi beberapa kali
pada tahun 2013, 2014, 2015, dan 2019. Pada tahun 2013, Direktur Eksekutif
WALHI menyebutkan terdapat kesalahan prosedur yang berkaitan dengan perizinan
AMDAL dan IMB. IMB yang dipakai oleh PT TML adalah IMB 1997 yang sudah
kadaluarsa. Adapun AMDAL yang digunakan belum disetujui oleh BPLH. Selain
itu,proyek ini dianggap melanggar RTRW Provinsi Jawa Barat. Seharusnya lokasi
tersebut diperuntukkan untuk perkantoran pemerintah,bukan untuk fungsi
komersial.
Pada tahun 2014, hal ini dipermasalahkan oleh kelompok
masyarakat yang tergabung dalam paguyuban Bandung Heritage menurut mereka,
pembangunan hotel ini bermasalah karena tidak sesuai tempatnya, yaitu berada di
Lawasan cagar budaya Gedung Sate. Selain itu, memunt Direktur Wahi Jawa Barat,
proyek pembangunan ini telah mengurug resapan air dan menghilangkan mata air di
sekitarnya Pada tahun tersebut, masyarakat juga melakukan protes dalam bentuk
aksi penyegelan.
Kemudian pada tahun 2015, laporan Tempo tentang bagaimana
proyek hotel ini diduga melanggar IMB. Hal ini direspon elch Ridwan Kamil
sebagai walikota ketika itu lalu menugaskan Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta
Karya untuk memeriksarya Tidak ditemukan informasi mengenai tindak lanjut dari
pemeriksaan tersebut. Pembangunan hotel ni tetap berlanjut, hingga pada tahun
2019, mendekati pembukaan hotel ini kembali dipermasalahkan.
Pada tahun 2019, Pemerintah Kota Bandung berkonsultasi
dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang perihal permasalahan ini Kemudian
Kementerian Agraria merekomendasikan Pemerintah Kota Bandung untuk menindak
hotel ini. Walikota Bandung, Oded M. Danial mengatakan pembangunan hotel ini
tidak sesuai dengan IMB yang telah DPMPTSP Kota Bandung Ketidaksesuaian ini
diakibatkan oleh lantai gedung yang melebihi batas yang ditentukan. Hal ini
juga diatur pada Peraturan Daerah Kota Bandung 14 Tahun 2018 tentang Bangunan
Gedung, Atas pelanggaran tersebut maka akan diberlakukan sanksi berupa
pemangkasan lantai sebanyak 4 lantai dan/atau denda sebesar Rp 41 miliar yang
disebutkan pada SK Wali Kota Bandung Namun, permasalahan ini tidak menyinggung
persoalan lingkungan dan letaknya yang dekat depan bangunan Cagar Budaya
sebagaimana dipersoalkan tahun-tahun sebelumnya.
Untuk mengidentifikasi pelanggaran penataan ruang pada kasus
ini dalam kajian hukum. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah, Peraturan Daerah Bandung No. 14 Tahun 2018 tentang 2018 tentang
Bangunan Gedung, UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Peraturan
Walikota Bandung Nomor 235 Tahun 2017 tentang Standar Operasional Prosedur
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Dikabarkan, dalam kasus ini melibatkan Lembaga/Pejabat
Administrasi yang terkait yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kementrian
Agaria dan Tata Ruang, dan Pemerintah Kota Bandung termasuk DPMPTSP Kota
Bandung. Dalam kasus ini yang menjadi Perbuatan hukum berupa pembangunan hotel
pullman, terjadi konflik administrasi antara lain sengketa internal antara
instansi yaitu Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung/Kementrian ATR BPN. Konflik ini
dikarenakan hotel bekerjasama dengan Pemprov Jawa Barat, bahkan diresmikan oleh
pemprov. walaupun ketika itu masih terdapat dugaan pelanggaran prosedur. Namun,
baru belakangan ini ditindak. selanjutnya, konflik antar masyarakat dan pihak
hotel pullman. masyarakat merasa adanya hotel pullman menggangu lingkungan dan
bangunan cagar budaya. masyarakat sempat melakukan aksi penyegelan dan berakhir
dikenakan sanksi pemangkasan dan denda.(***) Salsa Anggun Mahasiswi Fakultas
Hukum, Universitas Unja