Menyikapi Pelanggaran Tata Ruang Yang Terjadi Pada Hotel Pullman Bandung

By MS LEMPOW 16 Des 2023, 10:42:59 WIB HUKRIM
Menyikapi Pelanggaran Tata Ruang Yang Terjadi Pada Hotel Pullman Bandung

Keterangan Gambar : Salsa Anggun Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Unja


Mediajambi.com - Pada dasarnya masyarakat juga memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang. Hal ini disebutkan dalam Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu Setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam permasyarakatan izin pemanfaatan ruang, dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Namun, kewajiban tersebut seringkali tidak dilakukan. Hal ini dapat disebut sebagai pelanggaran penataan ruang. Menurut hasil audit Kementerian Agraria dan tata ruang, (ATR), pada tahun 2019 terdapat 6621 indikasi pelanggaran penataan ruang yang tersebar di berbagai provinsi.

Salah satu kasus yang terjadi adalah pelanggaran penataan ruang Pullman Bandung Grand Central atau yang lebih dikenal dengan Hotel Pullman. Hotel ini terletak di Jalan Diponegoro Nomor 27 Citarum, Kec. Bandung Wetan, kota Bandung. Letaknya yang berada di tengah Bandung dan tepat di seberang Gedung Sate mengakibatkan kasus ini menjadi cukup dikenal. Hotel ini dimiliki oleh pengembang PT Agung Podomoro Land (APLN) Tbk dan PT Tritunggal Lestari Makmur (TPM) yang merupakan anak usaha dari Agung Podomoro Land. APLN memiliki porsi 85% dan TML 15% dalam pengembangan hotel tersebut. Nilai investasi dengan pembangunan hotel ini adalah Rp. 954 miliar dan nilai setoran untuk kas daerah Provinsi Jawa Barat menjadi Rp. 65 miliar. Hotel ini dibangun dengan fasilitas 279 kamar, 2 ballroom Convention Centre dan fasilitas lainnya. Walaupun hotel ini baru dibuka pada akhir tahun 2020.

    Pada awal pembangunannya pada tahun 2013 Hotel ini memang dicanangkan menjadi Hotel internasional yang akan membantu meningkatkan terjadinya berbagai kegiatan nasional maupun internasional di Jawa Barat. Pada tahun tersebut terjadi kesepakatan antara pemerintah provinsi Jawa Barat dan PT TPM. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah (BGS). Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, skema pembangunan BOT adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang telah dijelaskan Hotel Pullman dibangun di atas lahan milik pemerintah provinsi Jawa Barat.

    Berdasarkan media populer, permasalahan pelanggaran penataan ruang pada Hotel Pullman tidak hanya terjadi sekali,namun terjadi beberapa kali pada tahun 2013, 2014, 2015, dan 2019. Pada tahun 2013, Direktur Eksekutif WALHI menyebutkan terdapat kesalahan prosedur yang berkaitan dengan perizinan AMDAL dan IMB. IMB yang dipakai oleh PT TML adalah IMB 1997 yang sudah kadaluarsa. Adapun AMDAL yang digunakan belum disetujui oleh BPLH. Selain itu,proyek ini dianggap melanggar RTRW Provinsi Jawa Barat. Seharusnya lokasi tersebut diperuntukkan untuk perkantoran pemerintah,bukan untuk fungsi komersial.

    Pada tahun 2014, hal ini dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam paguyuban Bandung Heritage menurut mereka, pembangunan hotel ini bermasalah karena tidak sesuai tempatnya, yaitu berada di Lawasan cagar budaya Gedung Sate. Selain itu, memunt Direktur Wahi Jawa Barat, proyek pembangunan ini telah mengurug resapan air dan menghilangkan mata air di sekitarnya Pada tahun tersebut, masyarakat juga melakukan protes dalam bentuk aksi penyegelan.

    Kemudian pada tahun 2015, laporan Tempo tentang bagaimana proyek hotel ini diduga melanggar IMB. Hal ini direspon elch Ridwan Kamil sebagai walikota ketika itu lalu menugaskan Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya untuk memeriksarya Tidak ditemukan informasi mengenai tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut. Pembangunan hotel ni tetap berlanjut, hingga pada tahun 2019, mendekati pembukaan hotel ini kembali dipermasalahkan.

    Pada tahun 2019, Pemerintah Kota Bandung berkonsultasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang perihal permasalahan ini Kemudian Kementerian Agraria merekomendasikan Pemerintah Kota Bandung untuk menindak hotel ini. Walikota Bandung, Oded M. Danial mengatakan pembangunan hotel ini tidak sesuai dengan IMB yang telah DPMPTSP Kota Bandung Ketidaksesuaian ini diakibatkan oleh lantai gedung yang melebihi batas yang ditentukan. Hal ini juga diatur pada Peraturan Daerah Kota Bandung 14 Tahun 2018 tentang Bangunan Gedung, Atas pelanggaran tersebut maka akan diberlakukan sanksi berupa pemangkasan lantai sebanyak 4 lantai dan/atau denda sebesar Rp 41 miliar yang disebutkan pada SK Wali Kota Bandung Namun, permasalahan ini tidak menyinggung persoalan lingkungan dan letaknya yang dekat depan bangunan Cagar Budaya sebagaimana dipersoalkan tahun-tahun sebelumnya.

    Untuk mengidentifikasi pelanggaran penataan ruang pada kasus ini dalam kajian hukum. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Daerah Bandung No. 14 Tahun 2018 tentang 2018 tentang Bangunan Gedung, UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Peraturan Walikota Bandung Nomor 235 Tahun 2017 tentang Standar Operasional Prosedur Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

    Dikabarkan, dalam kasus ini melibatkan Lembaga/Pejabat Administrasi yang terkait yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kementrian Agaria dan Tata Ruang, dan Pemerintah Kota Bandung termasuk DPMPTSP Kota Bandung. Dalam kasus ini yang menjadi Perbuatan hukum berupa pembangunan hotel pullman, terjadi konflik administrasi antara lain sengketa internal antara instansi yaitu Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung/Kementrian ATR BPN. Konflik ini dikarenakan hotel bekerjasama dengan Pemprov Jawa Barat, bahkan diresmikan oleh pemprov. walaupun ketika itu masih terdapat dugaan pelanggaran prosedur. Namun, baru belakangan ini ditindak. selanjutnya, konflik antar masyarakat dan pihak hotel pullman. masyarakat merasa adanya hotel pullman menggangu lingkungan dan bangunan cagar budaya. masyarakat sempat melakukan aksi penyegelan dan berakhir dikenakan sanksi pemangkasan dan denda.(***) Salsa Anggun Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Unja




    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    Semua Komentar

    Tinggalkan Komentar :