- Bupati H Anwar Sadat Menerima Audiensi dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jambi
- Bupati Tanjab Barat Inspektur Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025
- Pemkab Tanjab Barat Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) tahun 2025
- OJK dan BPS Umumkan Hasil Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025
- Perkuat Sinergi, Ketua SMSI Provinsi Jambi Sambut Kunjungan Silaturahmi Kakanwil HAM
- Peringati May Day 2025, Pemkab Tanjab Barat Komitmen Tingkatkan Perlindungan Pekerja
- Semarak May Day dengan Layanan Langsung dan Senam Sehat Bersama Pekerja
- Industri Jasa Keuangan Jambi Tumbuh Positif Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah
- Gubernur Al Haris Boyong Bupati/Wali Kota Audiensi dengan Menhub, Bahas Pengembangan Transportasi
- OJK Dorong Penggunaan Kecerdasan Artifisial di Sektor Perbankan secara Bertanggung Jawab
Sidang Lanjutan Gugatan Parbulk, Putusan Pengadilan Asing Bisa Jadi Dasar Putusan Terhadap HITS

Keterangan Gambar : Sidang Lanjutan Gugatan Parbulk, Putusan Pengadilan Asing Bisa Jadi Dasar Putusan Terhadap HITS
Para saksi ahli menyatakan gugatan perdata Parbulk telah tepat diajukan di PN Jakarta Selatan. Karena itu, menurut pakar hukum perdata dari Universitas Trisakti, Dr. Asep Iwan Iriawan, S.H., M.H, mengatakan bahwa jangan sampai putusan yang salah dari pengadilan mengakibatkan terganggunya kepercayaan luar negeri terhadap masa depan investasi di Indonesia.
Mediajambi.com - Sidang perkara gugatan Parbulk II AS (Parbulk)
kepada PT Humpuss Intermoda Transportasi (HITS) dengan nomor perkara No.
116/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL telah memasuki tahap pemeriksaan saksi ahli. Parbulk
sebagai penggugat menghadirkan dua orang saksi ahli, yaitu M. Yahya Harahap S.H.,
mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan James Purba
S.H., M.H selaku Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia
(AKPI). Kedua ahli ini dihadirkan untuk memberikan pandangan mereka terkait
kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memeriksa gugatan yang
diajukan oleh Parbulk.
Dalam keterangannya, Harahap mengatakan bahwa putusan
pengadilan asing bernilai sebagai akta otentik dan dapat dijadikan dasar
mengajukan gugatan perkara baru di pengadilan Indonesia. Mantan Hakim Agung ini
mengatakan bahwa gugatan perkara baru ini dapat berbentuk gugatan wanprestasi
jika pokok sengketa yang diputus oleh putusan pengadilan asing itu adalah
wanprestasi atau breach. Berdasarkan Pasal 436 Reglement op de Rechtsvordering
atau Rv dan Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, maka gugatan
perkara baru tersebut tunduk pada yurisdiksi pengadilan perdata.
Sementara saksi ahli kedua yang dihadirkan Parbulk, yakni
James Purba S.H., M.H, mengatakan bahwa gugatan perkara baru tersebut harus
memperhatikan Pasal 118 Herzien Inlandsch Reglement atau HIR, yaitu diajukan ke
pengadilan negeri dimana tergugat berdomisili. Purba juga menerangkan bahwa
suatu proses PKPU tidak menghalangi diajukannya perkara baru. Apabila ada
kreditor yang dahulu tidak dipanggil secara patut, sehingga tidak ikut dalam
proses PKPU, dan namanya tidak tercantum dalam Putusan PKPU, kemudian
mengajukan perkara baru dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan asing
berdasarkan Pasal 436 Rv, maka hal itu diperbolehkan.
Senada dengan Harahap, pakar hukum perdata yang juga
pengajar hukum perdata dari Universitas Trisakti, Dr. Asep Iwan Iriawan, S.H.,
M.H, mengatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Inggris adalah akta otentik.
Dengan begitu, kekuatan hukumnya telah sempurna, formal, material, dan mengikat
kepada pihak-pihak yang bersengketa. Maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan dapat menggunakan dasar dari putusan Pengadilan Tinggi Inggris
sebagai dasar dalam menjatuhkan putusan.
“Di Pengadilan Tinggi
Inggris HITS sudah kalah, di arbitrase juga Heritage kalah. Jadi harusnya utang
itu harus dibayar oleh HITS sebagai penanggung. Jangan sampai putusan yang
salah dari pengadilan mengakibatkan terganggunya kepercayaan luar negeri
terhadap masa depan investasi di Indonesia,” kata Asep menjelaskan.
Lebih lanjut Asep menyatakan, “Perkaranya sederhana, karena
sudah ada dasarnya di putusan Pengadilan Tinggi Inggris, maka Majelis Hakim
bisa mengabulkan gugatan tersebut, karena akta otentik buktinya sempurna dan
mengikat. Sitanya juga layak dikabulkan karena berdasarkan akta otentik.”
Asep menilai masih menaruh harapan kepada pengadilan akan
ada keadilan berdasarkan fakta yang sebenarnya. Ia menilai persidangan ini
harus dalam kerangka yang adil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Jadi kalau dalam kasus ini Majelis Hakim masih main-main maka akan berdampak
negatif terhadap kepercayaan investasi di luar negeri,” ujarnya.
Sementara pada persidangan sebelumnya (15/8), HITS
mengagendakan pemeriksaaan saksi ahli, namun pada saat persidangan, pihaknya tidak
dapat menghadirkan saksi ahli seperti yang diagendakan sebelumnya.
Latar Belakang
Gugatan
Gugatan Parbulk II AS kepada PT Humpuss Intermoda
Transportasi Tbk (HITS) berawal dari Perjanjian Sewa Kapal - BIMCO Standard
Bareboat Charter pada 11 Desember 2007 (“Perjanjian Sewa Kapal”), dimana
berdasarkan Perjanjian Sewa Kapal, Parbulk setuju untuk menyewakan kapal
Mahakam kepada Heritage. Sebelumnya pada 5 Desember 2007 Direksi dan Dewan
Komisaris HITS telah menandatangani keputusan sirkuler sebagai pengganti rapat
Direksi dan pengganti rapat Dewan Komisaris yang menyetujui dibuatnya Surat
Penanggungan Perusahaan yang dilegalisasi oleh Muslim, S.H., M.Kn, Notaris di
Kabupaten Karawang dengan No. 69/LEG/N/XII/2007 (“Surat Pernyataan
Penanggungan”). Surat Pernyataan Penanggungan ini menjadi satu kesatuan dengan
Perjanjian Sewa Kapal yang dilakukan Parbulk dengan Heritage, Dengan adanya
Surat Pernyataan Penanggungan ini maka HITS memiliki hubungan hukum langsung
dengan Parbulk, dan menjadikan HITS sebagai pihak penanggung yang memberikan
penanggungan tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali atas seluruh
kewajiban Heritage sebagai bagian dari anak usaha HITS. Keberadaan Surat
Pernyataan Penanggungan ini telah sesuai dengan yang disyaratkan UU Perseroan Terbatas
No. 40 Tahun 2007 Pasal 102 ayat (1), (3), dan (4).
Selanjutnya Heritage ternyata gagal membayar sewa Mahakam
mulai periode sewa 16 April 2009 sampai dengan 15 Juni 2009. Berbagai upaya
telah dilakukan Parbulk untuk mendapatkan haknya sesuai Perjanjian Sewa Kapal.
Parbulk telah melakukan gugatan hukum terhadap Heritage melalui lembaga
arbitrase London Maritime Arbitrators Association(“LMAA”) dan kepada HITS
melalui High Court of England (“Pengadilan Tinggi Inggris”). Kedua lembaga ini
memenangkan gugatan Parbulk, namun baik Heritage maupun HITS tidak menghormati putusan-putusan
tersebut dan tetap tidak membayar kewajibannya hingga saat ini. Sebagai akibat
dari wanprestasi yang telah dilakukan oleh HITS, Parbulk mengalami kerugian
sejumlah USD48.183.659,87.
Direktur Parbulk II AS, Christian Due, mengatakan bahwa
Indonesia perlu mendukung penegakan supremasi hukum dan memastikan agar kontrak
bisnis internasional dihormati, baik secara prinsip maupun praktik. “Indonesia
perlu menjaga kepercayaan dunia internasional dengan memastikan agar semua
pengadilannya mendukung kemudahan berbisnis (ease of doing business) di
Indonesia dan penegakan kontrak internasional, selain juga menegakkan putusan
yang dijatuhkan oleh majelis arbitrase internasional dan pengadilan asing
terhadap pihak Indonesia dimana tanpanya, investor asing berisiko enggan dalam
berinvestasi di Indonesia.”
Saat ini, Parbulk tengah mengajukan gugatan terhadap HITS di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan atas wanprestasinya terhadap Surat Pernyataan Penanggungan
dengan menjadikan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris sebagai dasarnya.
Dalam petitum gugatannya, Parbulk memohon kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan untuk mengabulkan seluruh gugatannya dan mengabulkan
sita jaminan yang diajukan oleh Parbulk guna mencegah tidak dapat
dilaksanakannya putusan tersebut dikemudian hari. “Kami memohon dengan hormat
kepada Pengadilan untuk mengabulkan hak-hak kami. Perkara ini sepatutnya
diselesaikan sesuai dengan keadilan, atau hal ini akan menjadi preseden buruk
bagi investor asing yang berbisnis dengan perusahaan Indonesia. Hal ini perlu
dilakukan untuk meningkatkan tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia serta
peringkat Indonesia dalam hal penegakan kontrak bisnis internasional di
Indonesia.” tambah Due.(***)