SKD WPLN : Dokumen Legal atau Celah Penghindaran Pajak?

By MS LEMPOW 30 Des 2025, 20:55:51 WIB Ekonomi
SKD WPLN : Dokumen Legal atau Celah Penghindaran Pajak?

Keterangan Gambar : Rahmat Hidayat, Fungsional Penyuluh Pajak


Mediajambi.com - Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang menerima penghasilan dari Indonesia dapat memperoleh manfaat tarif pajak yang lebih rendah atau pengecualian pengenaan pajak sesuai perjanjian antarnegara yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Hal ini dapat dimanfaatkan oleh WPLN dengan menyampaikan Surat Keterangan Domisili (SKD) Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) kepada pemungut atau pemotong pajak di Indonesia melalui dokumen yang disebut Form DGT (Directorate General of Taxes Form). SKD WPLN ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Agar SKD dapat dimanfaatkan oleh WPLN, SKD tersebut harus memenuhi ketentuan dalam pembuatannya sebagaimana telah diatur dalam PER-25/PJ/2018, antara lain menggunakan Form DGT, memuat identitas WPLN, pernyataan tidak terjadi penyalahgunaan P3B,  pernyataan bahwa WPLN merupakan beneficial owner, dan digunakan untuk periode yang tercantum dalam SKD.

SKD WPLN secara formal merupakan dokumen legal yang memberikan kepastikan hukum bagi WPLN yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dan mencegah pengenaan pajak berganda.

    WPLN yang memanfaatkan SKD untuk memperoleh fasilitas tarif pajak yang lebih rendah atau pengecualian pengenaan pajak harus memenuhi keadaan sebagai berikut:

    1.  Memiliki kegiatan usaha yang nyata, dalam artian perusahaan secara nyata menjalankan kegiatan usaha bukan hanya sekedar nama.

    2.  Memiliki bentuk hukum yang sesuai dengan kenyataan, dimana struktur perusahaan dan transaksi sesuai dengan kegiatan bisnis.

    3.  Dikelola oleh manajemen sendiri yang berwenang mengambil keputusan bisnis.

    4.  Memiliki aset tetap dan tidak tetap yang memadai untuk mendukung kegiatan bisnis di negara tersebut.

    5.  Memiliki pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan bidang usaha perusahaan.

    6.  Memiliki kegiatan usaha aktif, tidak hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia.

    7.  Dalam hal terdapat perbedaan antara bentuk hukum (legal form) suatu struktur/skema transaksi dengan substansi ekonominya (economic substance), perlakuan perpajakan diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonominya (substance over form).

     

    WPLN merupakan beneficial owner harus memiliki:

    1. Untuk WPLN orang pribadi: Tidak bertindak sebagai agen atau nominee (hanya mewakili pihak lain).

    2.  Untuk WPLN berbentuk badan usaha:

    a. Tidak bertindak sebagai agen, nominee, atau conduit (perantara).

    b. Mempunyai kendali penuh atas dana, aset, atau hak yang menghasilkan penghasilan dari Indonesia.

    c. Tidak boleh menggunakan lebih dari 50% penghasilannya untuk membayar kewajiban kepada pihak lain, tidak termasuk pemberian imbalan kepada karyawan yang diberikan secara wajar dalam hubungan pekerjaan dan pihak lain atas biaya lain yang lazim dikeluarkan oleh WPLN dalam menjalankan usahanya.

    d.  Menanggung risiko atas aset, modal, atau kewajiban yang dimiliki.

    e. Tidak punya kewajiban, baik tertulis maupun tidak tertulis, untuk meneruskan sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lain.

    Terdapat tantangan dan dampak dari penerapan SKD WPLN bagi penerimaan pajak di Indonesia, yaitu:

    1.  Terdapat potensi penurunan penerimaan pajak, dimana tarif P3B dikenakan lebih rendah atau pengecualian dari pengenaan pajak, tetapi apakah hal ini seimbang dengan manfaat investasi atau hubungan internasional?

    2.  Risiko Treaty Shopping,  dimana suatu pihak mendirikan perusahaan atau entitas di negara tertentu hanya untuk memanfaatkan tarif pajak rendah yang diatur dalam P3B, padahal kegiatan bisnis sebenarnya dilakukan di negara lain.

    3.  Kesenjangan pengawasan, dimana validitas atas SKD yang diberikan oleh WPLN tanpa dilampiri dengan dokumen yang mendukung bahwa WPLN tersebut benar-benar berhak memanfaatkan tarif P3B.

    4.  Efektivitas anti-abuse rules, maksudnya adalah seberapa berhasil aturan-aturan pencegahan penyalahgunaan (misuse) diterapkan untuk memastikan fasilitas P3B digunakan sesuai tujuan yang benar, bukan untuk menghindari pajak secara tidak sah.

    SKD WPLN secara formal sudah sesuai regulasi dan menjadi fondasi legal untuk penerapan P3B, namun untuk menghindari SKD menjadi celah penghindaran pajak diperlukan:

    a.  Pengawasan berbasis risiko

    b.  Verifikasi dokumen atas SKD yang disampaikan oleh WPLN bukan sekedar pernyataan

     Pertanyaannya : apakah kita akan menjadikan SKD hanya sekedar dokumen legal atau memastikan substansi keadilan pajak terpenuhi secara nyata?

    *)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja




    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    Semua Komentar

    Tinggalkan Komentar :